Menghindari Sepsis: Urgensi Intervensi Bedah Mayor untuk Perforasi Duodenum Akibat Benda Asing
Perforasi atau kebocoran pada duodenum (usus dua belas jari) yang disebabkan oleh benda asing yang tertelan merupakan salah satu kegawatdaruratan bedah yang paling memerlukan Urgensi Intervensi segera. Duodenum adalah segmen pertama usus halus yang menerima isi lambung yang sangat asam serta cairan empedu dan pankreas yang korosif. Ketika dinding duodenum tertusuk benda tajam yang tertelan—seperti tulang ikan, peniti, atau tusuk gigi—asam, cairan pencernaan, dan bakteri segera tumpah ke rongga perut (retroperitoneal space atau peritoneal cavity), memicu peradangan hebat dan infeksi yang cepat menjurus ke sepsis. Menurut Jurnal Bedah Indonesia volume 46 edisi 3 tahun 2024, benda asing adalah penyebab minoritas, namun kasus perforasi duodenum akibat benda asing memiliki tingkat mortalitas hingga 20% jika operasi tertunda lebih dari 12 jam.
Benda asing yang tertelan seringkali melewati lambung tanpa masalah. Namun, duodenum, karena memiliki kelengkungan anatomis yang sempit dan terfiksasi di belakang rongga perut (retroperitoneal), menjadi titik rawan tersangkut dan menusuk. Urgensi Intervensi muncul karena duodenum yang terletak retroperitoneal dapat menyebabkan kebocoran awal tidak terdeteksi secara dini, karena gejala peritonitisnya tidak sejelas kebocoran organ yang sepenuhnya berada di dalam rongga peritoneum. Gejala awalnya mungkin hanya berupa nyeri punggung atau pinggang yang samar, yang seringkali salah didiagnosis.
Sebagai ilustrasi spesifik, pada hari Kamis, 21 November 2024, pukul 11.00 WIB, seorang pasien laki-laki berusia 55 tahun tiba di IGD Rumah Sakit Pusat Pertamina dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang menjalar ke punggung selama dua hari. Riwayat medis menunjukkan pasien tanpa sengaja menelan tusuk gigi beberapa hari sebelumnya saat makan sate. Foto CT Scan abdomen menunjukkan benda asing tajam menembus dinding duodenum. Diagnosis Perforasi Duodenum Akibat Benda Asing ditegakkan segera oleh dr. Hasto Wardoyo, Sp.B-KBD. Tim bedah memulai laparotomi eksplorasi pada pukul 12.30 WIB di hari yang sama.
Tindakan operasi mayor ini memiliki tantangan spesifik. Setelah sayatan perut (laparotomi) dilakukan, ahli bedah harus menelusuri duodenum, yang seringkali tersembunyi, untuk menemukan lokasi perforasi. Lubang yang disebabkan oleh tusukan benda asing mungkin kecil, tetapi kerusakan kimiawi akibat cairan duodenum dapat sangat luas. Tindakan bedah yang paling sering dilakukan adalah menutup lubang perforasi dengan jahitan primer, terkadang didukung oleh penambalan jaringan (patch) di sekitarnya untuk memperkuat area tersebut. Langkah ini memerlukan presisi tinggi untuk menghindari fistula pasca-operasi.
Setelah perbaikan selesai, Urgensi Intervensi berlanjut pada upaya Damage Control—membersihkan area retroperitoneal dan rongga perut dari kontaminasi cairan pencernaan dan bakteri, serta memasang drainase yang efektif. Keberhasilan operasi ini sangat penting untuk mencegah sepsis. Apabila infeksi tidak terkendali, racun bakteri akan menyebar ke seluruh tubuh, menyebabkan kegagalan multiorgan yang fatal. Menurut laporan audit medis dari Divisi Bedah Digestif RSUD Jenderal Ahmad Yani per bulan September 2024, penundaan operasi untuk kasus perforasi benda asing sering disebabkan oleh misdiagnosis awal sebagai gastroenteritis. Oleh karena itu, kesadaran akan riwayat menelan benda asing menjadi informasi penting yang harus segera disampaikan oleh pasien atau keluarga.
Pemulihan pasca-operasi memerlukan waktu intensif di ICU. Namun, berkat Urgensi Intervensi bedah yang cepat dan tepat, pasien tersebut berhasil menghindari komplikasi fatal seperti sepsis dan dapat memulai fase pemulihan.
